MEMBACA BUKU TAK SEKADAR MEMBERI MAKANAN UNTUK OTAK


Sepuluh tahun lalu, aku memutuskan membuat perpustakaan pribadi. Meskipun saat itu aku dan suami masih sering berpindah tempat tinggal. Kecintaan kami pada buku membuat kami rela berburu banyak buku walau harus mengurangi anggaran untuk kebutuhan lainnya. Untung saat itu kami belum mempunyai buah hati. Sehingga masih leluasa menghabiskan uang. 

Aku masih ingat, ketika masih tinggal di kos, kami sengaja membeli tempat tidur khusus. Tempat tidur tersebut sekilas buntu, Namun jika dibongkar dari atas, ada semacam “ruang kosong” yang bisa digunakan untuk menampung banyak barang. Demi bisa meletakkan rak buku di sudut kamar kos, kami memasukkan beberapa barang di ruang persembunyian itu. 

Koleksi buku-buku kami lambat laun berkurang karena beberapa sebab. Aku harus merelakan buku-buku dalam kardus disumbangkan ke sebuah taman baca yang baru dirintis di pinggiran Surabaya. Anak-anak di lingkungan tersebut antusias membaca tapi orang tua mereka tidak punya anggaran untuk membelikan buku. Akhirnya balai RW disulap menjadi taman baca yang dikelola oleh remaja setempat. 

Setelah pindah ke rumah kontrakan, aku kehilangan banyak koleksi buku lagi. Insiden air yang masuk  ke dalam rumah saat hujan deras  telah merendam buku-buku yang berada di kamar yang aku jadikan ruang perpustakaan pribadi. Saat itu aku sedang berada di luar rumah. Aku masih ingat bagaimana aku memunguti buku-buku yang terendam air sambil menangis. 

Alasan lain semakin menipisnya koleksi bukuku karena ada beberapa teman yang sering meminjam buku tapi lupa mengembalikan. Aku pun juga lupa menanyakan bukuku ketika bertemu mereka. Selain itu, ada adik tingkat atau sahabat yang secara terang-terangan meminta beberapa buku karena tertarik dengan judulnya. Aku tak sanggup menolak permintaan mereka. 

ALASAN MENCINTAI BUKU 

Kecintaanku pada buku bukan tanpa alasan. Sudah bukan menjadi rahasia umum lagi kalau membaca buku berarti memberi nutrisi untuk otak. Layaknya perut yang harus diberi makanan, otak juga membutuhkan asupan berupa bacaan buku. Namun, bagiku buku lebih dari sekedar makanan untuk otak. Buku memberiku lebih. 

Aku harus berterima kasih kepada penulis yang telah melahirkan buku-buku yang memberi banyak manfaat untuk pembaca. Lewat karya mereka, aku merasa mendapatkan energi; inspirasi; motivasi; sekaligus hiburan. Membaca buku telah membuat pikiranku terbuka. Sepuluh tahun lalu belum banyak media sosial yang berkembang seperti sekarang. Untuk mendapatkan sebuah informasi, buku menjadi salah satu rujukan. 

Aku mempunyai banyak buku inspiratif yang ikut andil mengubah pola pikirku. Pola pikir ini sangat menentukan tindakan. Yupz, tindakan seseorang bisa mencerminkan pola pikirnya.  Sebagai seorang istri yang sangat minim ilmu saat itu, aku banyak belajar dari buku. Bagaimana menjalankan hak dan kewajiban, menata hati, mengelola cemburu, dan masih banyak lagi. Begitu juga ketika aku menjadi ibu baru. Buku menjadi rujukan bagaimana mengasuh dan mendidik anak. Tinggal jauh dari orang tua, buku menjadi penyelamat untuk meminimalisir kepanikan menjadi ibu baru.  

Tak hanya itu, buku-buku motivasi yang aku baca telah membantuku bangkit dari keterpurukan. Kata demi kata dalam buku tersebut seolah menghipnotisku. Memberi energi positif pada jiwa yang sedang berada di titik terendah. Membaca setiap lembar kalimat motivasi mampu membuatku melihat solusi, bukan terfokus pada masalah semata.

Begitulah, buku tak sekadar makanan otak buatku. Buku telah mengubah hidupku. Buku-buku berkualitas mampu memberi solusi pada permasalahan hidup yang kadang enggan dibagikan kepada orang lain. Tak hanya itu, buku juga mampu menghiburku. Buku-buku fiksi menjadi hiburan tersendiri untukku. Aku bisa tertawa lepas membaca buku-buku genre komedi. Ada juga buku motivasi yang diselingi “komedi” di dalamnya. Aku suka model buku seperti ini.

Melalui buku, aku juga bisa melihat sisi lain dunia. Itulah yang aku rasakan ketika membaca buku-buku travelling. Penggambaran yang detail tentang sebuah tempat membuatku larut, seakan berada di lokasi tersebut. Aku sangat berterima kasih kepada penulis yang mau berbagi kisah perjalanannya keliling dunia. 

Aku tetap mencintai buku, walaupun sekarang sudah banyak buku elektronik. Aku tak menyangka hobiku membaca menular kepada anak sulungku. Dia juga mencintai buku. Kadang, tangan kanan sedang memegang sendok, tangan kiri memegang buku. Dia tetap nyaman makan sambil membaca buku. Meskipun aku berulangkali meminta makan dengan tenang tanpa buku. Tapi kecintaannya kepada buku tak mengindahkan nasihatku. 

Mungkin bagi si sulung, buku juga bukan sekadar nutrisi otak. Tapi sahabat yang senantiasa menemani setiap saat. Buku, telah membuat pengetahuan umumnya semakin hari semakin banyak. Dia belajar hal-hal baru setiap hari lewat buku. Semoga aku dan keluarga kecilku tetap konsisten mencintai buku.









1 comment

  1. Dari baca buku juga wawasan jadi luas dan pengetahuan juga jadi banyak tahu kosa kata ketika ingin berbicara atau bercerita kepada orang lain.. Jadi pengalamannya juga nambah wuehehe, nambah tanpa harus bertindak secara langsung :v

    ReplyDelete