Penyebab Balita Rewel Di Dalam Mobil


Ada orang-orang yang memang hobi travelling saat sebelum menikah. Dan ketika sudah menikah tetap ingin melanjutkan hobi tersebut. Sekedar jalan-jalan di dalam kota seperti di pusat perbelanjaan sampai rencana liburan luar kota bersama keluarga. Keterbatasan waktu cuti , minimnya budget, serta usia anak masih terlalu kecil seringkali menjadi alasan sebagian orang memilih berlibur ke tempat yang tidak terlalu jauh. Perjalanan yang masih memungkinkan ditempuh dengan menggunakan mobil pribadi. Perjalanan luar kota dengan durasi waktu 3-4  jam diperkirakan masih nyaman untuk membawa anak-anak terutama yang masih usia balita . Namun terkadang apa yang sudah direncanakan tidak berjalan mulus. Niat hati ingin jalan-jalan agar pikiran lebih fresh sekaligus menyenangkan anak-anak. Akan tetapi kendala justru datang dari anak-anak. Termasuk dari balita yang ikut serta dalam perjalanan. Mereka terkadang rewel di dalam mobil. Membuat para orangtua kadang bingung mengapa anak balitanya menangis tanpa sebab selama perjalanan.

Menikmati Cita Rasa Ayam Bakar & Nasi Kuning Khas Chicking

Weekend kemana? Ke Royal plaza aja yuk! bisa shopping sekaligus nongkrong di Chicking. Sudah tahu Chicking belum? Chicking itu salah satu merek Resto cepat saji yang menyuguhkan makanan-makanan Khas timur tengah. Karena Chicking adalah Jaringan Internasional Resto Halal dari Dubai, Uni Emirat Arab yang secara historis dikonsepkan di Dubai. Sejak outlet pertama dibuka tahun 2000 lalu, Chicking sudah berkembang ke 8 negara. Nah, Chicking yang di Royal Plaza ini outlet pertama Chicking di Indonesia. Seminggu yang lalu aku main ke Royal dan nyobain makanan Khas timur tengah di Chicking. Menu yang sempat aku coba adalah Chicking Rice dan Flaming Grilled Chicken. 

Chicking Rice 
Chicking Rice ini sepintas seperti nasi kuning pada umumnya, namun ternyata ada tak sama. Karena terbuat dari beras arab atau beras Basmati yang dimasak dengan rempah-rempah khusus khas masakan timur tengah. Hidangan ini terinspirasi dari nasi Biryani yang memang sudah populer. Karena menggunakan beras Basmati maka tekstur nasi kuning Chicking ini gak lembek alias berbutir-butir. Seperti tekstur nasi yang biasa digunakan untuk bahan nasi goreng. Meskipun demikian rasanya tetap punel. Ngomongin rasa, nasi kuning khas Chicking punya rasa unik. Selama ini aku kurang begitu suka dengan nasi kuning karena rasa santannya yang bikin eneg. Tapi kemarin pas coba Chicking Rice ini enggak eneg sama sekali. Rasa rempahnya lumayan kuat. Bahkan di dalam semangkok nasinya nyelip butiran rempah. Secara keseluruhan suka sih dengan cita rasa nasi kuningnya. Masakan dari bahan unggulan dan  kaya akan  rempah  juga bagus buat tubuh kita. Kenyang plus sehat kenapa tidak?

Membalas Kebaikan Orang Yang Sudah Meninggal

Dalam perjalanan hidup kita pasti pernah mengalami fase perjuangan. Fase yang mengantarkan kita pada kehidupan yang lebih baik seperti yang sedang kita rasakan sekarang. Dan selama proses tersebut tentu ada peran orang-orang baik hati yang telah mendukung entah dengan materi atau dukungan moril berupa semangat yang telah ditularkan kepada kita. Berkat jasa merekalah kita mampu melewati masa sulit dan bisa tersenyum bahagia. Sebagai seseorang yang tidak mau dianggap "kacang lupa kulitnya" pasti dong pengen membalas kebaikan orang-orang tersebut. Mereka bisa saja orangtua kita sendiri, saudara, tetangga, ataupun para sahabat setia. Bila mereka masih sehat wal afiat maka niat membalas budi tersebut lebih mudah dilakukan. Banyak cara yang bisa digunakan. Misal bersilaturahmi ke rumahnya, membawakan hadiah untuk dia dan keluarganya, mengajak jalan-jalan mentraktir makanan kesukaannya, atau pun membantu mereka sesuai dengan kemampuan kita saat mereka sedang dalam kesulitan. Akan tetapi bagaimana  jika kita ingin membalas kebaikan seseorang namun ternyata orang itu sudah meninggal. Padahal kita ingin sekali membalas budi atas kebaikan orang tersebut. 

Jangan khawatir, kita tetap bisa kok membalas kebaikan orang-orang yang sudah meninggal. Caranya bisa dengan menjaga amanah yang telah ditinggalkan oleh orang  tersebut. Jika ia meninggalkan keturunan maka kita bisa membalas budi kepada anak keturunannya. Bisa berupa memberikan santunan, jatah bulanan, memberikan beasiswa, atau memberikan lapangan pekerjaan jika kita adalah pengusaha. Bila amanah yang ditinggalkan berupa barang atau sebuah aktivitas sosial, maka kita bisa merawat barang peninggalannya dan melanjutkan aktivitas sosial yang biasa dilakukan semasa hidupnya. 

Cara Nabi Membalas Kebaikan Istrinya Khadijah Yang Sudah Meninggal 
Tentang cara membalas kebaikan orang yang sudah meninggal sebenarnya sudah dicontohkan oleh Nabi Muhammad. Beliau memang sebaik-baiknya teladan, sampai urusan memuliakan orang yang sudah meninggalpun beliau contohkan. Dalam sejarah Islam disebutkan bahwa istri pertama Nabi Muhammad yang bernama Khadijah meninggal mendahului beliau. Istri yang telah menemani perjuangan beliau jauh sebelum diangkat menjadi nabi. Istri yang mendukung dakwah beliau dengan harta dan jiwanya. Ia bersama nabi dalam suka dan duka. Tentunya kepergian istri satu-satunya (Sampai Khadijah wafat hanya dialah istri nabi) meninggalkan kesedihan yang mendalam. Ingatan tentang sosok Khadijah tetap melekat. Bahkan dalam sebuah ceramah seorang ustadz mengatakan nabi susah "move on" dari sosok Khadijah meskipun beliau sudah beristri Aisyah. Ini terbukti dalam sebuah riwayat Aisyah bercerita bahwa ekspresi nabi sangat berbeda jika yang bertamu mengetuk pintu adalah sepupu-sepupu Khadijah. Karena suara mereka sangat mirip dengan suara Khadijah. Beliau juga masih sering menyebut Khadijah saat bersama Aisyah. Itu yang membuat Aisyah cemburu berat dengan Khadijah meski ia tak pernah melihat sosok istri pertama nabi tersebut. Khadijah dan jasa-jasanya membuat ia tetap ada dalam hati sang Nabi.

Begitu besar kebaikan khadijah kepada Nabi, hingga setelah ia wafat pun nabi tetap ingin membalas kebaikan-kebaikan khadijah. Salah satu caranya adalah dengan tetap menjaga silaturahmi dengan sanak saudara dan sahabat-sahabat khadijah. Ketika Nabi sedang mengadakan acara besar dengan banyak limpahan makanan, maka beliau akan meminta untuk mengantarkan makanan tersebut kepada sahabat-sahabat dan orang-orang yang dulu menyayangi Khadijah. Orang-orang yang dulu sering datang kepada nabi dan Khadijah dibantu saat mereka kesusahan. Sampai pernah suatu hari nabi mengerjakan sesuatu yang belum pernah beliau kerjakan sebelumnya. Sang istri Aisyah sampai heran mengapa nabi mau melakukannya. Ternyata alasannya adalah wanita tua tersebut sering datang ke rumah nabi saat beliau masih bersama Khadijah. Begitulah cara beliau membalas kebaikan istri pertamanya yang sudah meninggal. Semoga kita bisa meneladani beliau. 



Tweenty Again : Mewujudkan Mimpi yang Tertunda

Inspirasi bisa datang dari mana saja. Bagi para penggemar buku, membaca banyak buku memberikan banyak inspirasi. Begitu juga dengan orang-orang yang punya hobi menonton film atau drama. Setiap cerita yang disuguhkan oleh sutradara bisa memberikan inspirasi. Sama halnya dengan buku, film atau drama pun beragam genrenya. Dan masing-masing punya sesuatu untuk diambil sisi positifnya. Sebagai penikmat drama Korea, aku selalu bisa belajar banyak hal dari setiap judul drama yang aku tonton. Drama dari negeri gingseng tersebut tak melulu menyuguhkan cerita-cerita cinta remaja yang terkesan membosankan bagi sebagian orang. Aku sendiri justru suka dengan drama korea yang punya unsur komedi atau sejarah di dalamnya. Sedangkan drama-drama fantasi yang jauh dari logika kurang begitu suka. Meskipun ada beberapa yang aku suka.

Sebagai seorang ibu rumah tangga, ada satu drama korea yang sangat berkesan dan sangat inspiratif menurutku. Karena cerita dalam drama tersebut bisa dikatakan mewakili kondisi para ibu rumah tangga. Drama Korea tersebut berjudul Tweenty Again. Drama ini sebenarnya drama Korea yang terbilang sudah agak lama. Karena drama ini ditayangkan tahun 2015. Tweenty Again merupakan drama korea bergenre komedi romance. Adapun para pemain Tweenty Again / Second Time Tweenty Years Old diantaranya :

sumber :3.bp.blogspot.com

Cerita Yang Dekat Dengan Dunia Para Ibu Rumah Tangga
Ha-No-Ra (Choi-Ji-Wo) merupakan seorang ibu rumah tangga yang berusia 38 tahun yang ketika muda mempunyai impian menjadi seorang penari. Namun impiannya tersebut harus terkubur karena ia menikah muda dengan Kim Woo-Cheol (Choi Won-Young). Pernikahan yang dilakukan dengan terpaksa, disebabkan karena Nora hamil anak Woo-Cheol. Menikah kemudian harus ikut suami yang sedang melanjutkan pendidikan ke luar negeri dan disusul dengan kehadiran anak, sontak membuat Nora melupakan mimpinya dan berganti dengan kesibukan menjadi seorang ibu rumah tangga.

Rutinitas Nora yang padat sebagai ibu rumah tangga yang harus mengurus keperluan suami dan anak tunggalnya membuat ia sering tak nyambung saat suami membicarakan masalah pekerjaan dengannya. Begitu juga dengan si anak. Ia merasa ibunya hanya mengerti urusan rumah saja dan tak mengetahui dunia anak muda. Hal ini membuat suami dan anaknya memilih sibuk menghabiskan waktu di ruangan masing-masing. Meninggalkan Nora yang selalu sibuk memastikan rumah rapi dan makanan selalu siap di meja makan.
Kehidupan keluarga Nora terlihat baik-baik saja meskipun jarang ada komunikasi antar anggota keluarga. Hingga suatu saat ia mendapati sang suami memilih wanita lain dan ingin mereka berpisah. Nora yang awalnya depresi dengan keputusan sang suami akhirnya memilih membuktikan kepada suami bahwa ia bisa berubah. Dukungan sahabat karibnya telah membuat Nora bisa bangkit. Ia yakin akan bisa menyamakan ritme dengan sang suami yang seorang dosen cerdas. Dari situlah petualangan dimulai. Nora memutuskan untuk belajar lagi dan melakukan hal-hal yang belum sempat ia lakukan semasa muda dulu. Ternyata Nora baru menyadari bahwa banyak hal yang terlewat selama 20 tahun ia mengurus anaknya. Tak ada kata terlambat, Ia mendaftar menjadi mahasiswa baru. Ia kuliah lagi di usianya yang sudah tak muda lagi. Ia menjadi mahasiswa baru di kampus yang sama dengan pacar anaknya. 

Inspirasi Untuk Para Ibu Rumah Tangga 
Yang terjadi dengan Nora mungkin juga dialami oleh beberapa ibu rumah tangga di sekitar kita. Atau bahkan ada yang mengalami hal yang serupa dengan Nora. Namun yang pasti ada hal-hal positif yang bisa kita ambil hikmahnya. Diantaranya :

Bersabar 
Bersabar menjalani peran sebagai istri dan ibu di dalam rumah. Menemani masa kecil mereka dan mempersiapkan yang terbaik untuk mereka adalah waktu yang tak dapat diulang. Ketika mereka sudah beranjak dewasa, mereka akan punya kehidupan sendiri bersama teman-temannya. Selagi mereka masih membutuhkan kita, maka kita masih menjadi orang yang penting bagi anak-anak. Kita belum tergeser dengan gadget, teman bermain, atau bahkan hobi anak lainnya. Bukankah mencetak generasi unggul lebih prioritas dari keinginan-keinginan aktualisasi diri? Percayalah waktu berjalan begitu cepat hingga suatu saat kita baru menyadari ternyata anak-anak begitu cepat tumbuh. Tiba-tiba mereka menjelma menjadi laki-laki atau perempuan yang siap bertanggungjawab terhadap diri mereka sendiri. Itu artinya kita sebagai orangtua sudah tidak begitu dibutuhkan lagi. Nikmatilah kebersamaan dengan anak sebelum waktu itu tiba.

Semangat Belajar
Meskipun sudah menjadi ibu rumah tangga dengan aktivitas rumahan yang padat, sempatkan waktu untuk mengembangkan diri. Asah terus kemampuan diri meski sudah mempunyai suami dan anak. Agar kita tetap bisa menyamakan ritme dengan suami dan anak-anak. Memperbanyak bacaan dan memperluas pergaulan juga penting. Agar seorang ibu tetap waras dan terhindar dari depresi.

Buat teman-teman yang suka drama korea dan gak suka genre komedi romance, bisa baca tulisan mbak Swasthika. Dijamin bertambah refrensi drakor kalian. 

Sudahkah Hak Anak Anda Terpenuhi?

Hari ini 23 Juli 2017 bertepatan dengan Hari Anak Nasional. Bicara tentang anak-anak, rasanya tak ada habisnya. Sebagai orangtua banyak sekali pe er yang harus dilakukan, diantaranya memenuhi hak anak kita. Yupz, meskipun mereka masih kecil dan masih menjadi tanggungan orangtua namun mereka tetap memiliki hak yang harus kita penuhi. Dan menjadi orangtua yang masih memiliki anak usia sekolah, ada 2 hak yang selalu ingin aku penuhi. Semoga selalu menjadi pengingat bagi diriku sendiri dan juga bagi para orangtua yang juga masih harus menemani tumbuh kembang anak-anaknya. Bahwa terkadang ego kita sebagai orangtua bisa menghalangi terpenuhinya hak-hak anak. 

HAK BELAJAR
Tugas orangtua memang berusaha semaksimal mungkin memberikan yang terbaik untuk anak-anaknya. Namun kadang cara yang digunakan kurang bijak. Termasuk untuk urusan pendidikan. Tak jarang orangtua tidak melakukan diskusi dengan anak saat memilihkan sekolah atau tempat belajar lainnya. Alasan yang biasa dilontarkan adalah orangtua yang mengerti apa yang terbaik untuk anak dan tak ada orangtua yang menjerumuskan anak-anaknya sendiri. Sehingga banyak orangtua yang terlalu intervensi terkait proses belajar anak. Sekolah harus di tempat A, harus mengambil les ini itu, harus belajar dari jam sekian sampai jam sekian. Semua diatur oleh orangtua. Anak tak punya hak suara. Padahal anak mungkin punya keinginan yang berbeda dengan orangtuanya. Ia ingin belajar tanpa paksaan, ia juga punya keinginan mempelajari hal lain di luar apa yang telah ditentukan oleh ayah ibunya. Tak ada diskusi, hak anak terabaikan.

Kreatif Tak Mengenal Kata Malu

Kreatif itu identik dengan hasil kerajinan tangan. Aku sendiri saat mendengar kata kreatif pasti langsung terbayang karya apa yang dihasilkan dari tangannya. Saat SMA aku selalu kagum dengan teman yang bisa menggambar bagus sekali. Setiap dapat tugas menggambar dengan media apapun, pasti hasilnya memukau. Terkadang aku meminta tolong dia untuk menggambar untukku. Karena aku sudah putus asa dengan hasil karyaku sendiri. Pun juga dengan teman lain yang pandai membuat kerajinan tangan berupa bros dan sejenisnya. Aku selalu terpana dibuatnya. Karena otakku tak mampu menjangkaunya. Kenapa bisa sebagus itu, kenapa bisa bentuknya lucu, dan masih banyak pertanyaan yang tak mampu dipecahkan oleh otakku. Konon katanya orang-orang yang dominan otak kanan memang lebih pandai dalam hal kreativitas. Namun tidak menyukai hal-hal yang melibatkan otak kiri seperti belajar banyak teori di dalam kelas. Begitu juga sebaliknya, anak-anak yang lebih dominan otak kiri lebih suka dengan tumpukan pelajaran teori dari pada harus menciptakan sebuah karya kerajinan tangan. Entahlah benar atau tidak anggapan tersebut. Namun yang pasti aku masuk katagori anak-anak yang dominan menggunakan otak kiri. Sehingga selalu mati kutu kalau mendapat tugas yang berkaitan dengan menggambar, menyulam, dan kerajianan tangan lainnya. 

Pemikiranku tentang kreatif sedikit berubah sejak seorang guru Bahasa Indonesia yang mengajar di kelas 2 SMA mengatakan bahwa aku kreatif. Kreatif yang dimaksud beliau adalah aku mampu berfikir yang tak umum alias out of the box. Apa yang aku lakukan saat ujian praktek Bahasa Indonesia mungkin tak pernah terfikir oleh teman-temanku (horee...akhirnya ada yang mengatakan aku kreatif ). Ketika teman-teman lain membaca puisi atau menyanyi saat Praktek Bahasa Indonesia di akhir semester, aku memilih seni peran. Tak tanggung-tanggung aku memilih berperan menjadi orang gila. Dengan bekal yang aku peroleh di ekskul teater, aku membuang semua rasa malu demi sebuah ujian praktek. Bisa dibayangkan sendiri bagaimana reaksi teman-temanku. Namun totalitasku berbuah manis. Sebuah angka sempurna nangkring di buku raporku. Wow nilai Bahasa Indonesia di Rapor semesteranku 10. Angka yang fantastis yang diberikan guru karena beliau puas dengan aktingku. 

Hal kreatif yang lain pun pernah aku lakukan. Yang ini murni aku anggap kreatif. Demi ingin punya uang jajan lebih dan pengen nyoba berbagai macam produk perawatan kulit, aku pernah menjadi seorang makelar Handphone. Aku menhubungkan teman yang ingin menjual HP dan teman yang ingin memiliki HP namun tak harus HP baru. Berbekal kepercayaan dari pemilik HP, aku membawa HP kepada calon pembeli. Dengan penuh percaya diri juga menjelaskan spesifikasi dan kondisi fisik HP yang akan dibeli oleh calon pembeli. Transaksi pun berhasil. Aku berhasil menjual HP bermodal kepercayaan dan bahasa marketing yang berbusa-busa. Keuntunganku saat itu kisaran 50-100ribu. Nominal yang besar untuk anak sekolah. Apalagi dalam sebulan beberapa transaksi berhasil aku lakukan. Itu artinya aku bisa nongkrong di cafe atau belanja berbagai macam kosmetik yang ingin aku coba tanpa meminta uang tambahan dari ibu. Aku pun akhirnya terkenal dengan makelar HP di sekolah. Selalu diburu teman-teman yang ingin menjual atau mencari HP baru. Bakat marketing inilah yang suatu saat membawaku pernah merasakan profesi Telemarketing di Sebuah perusahaan yang bekerjasama dengan perbankan. 


Kreatif tak mengenal kata malu. Seperti yang aku lakukan. Jika aku malu untuk melakukan hal yang beda dengan teman-temanku, maka aku akan melakukan sama dengan apa yang dilakukan oleh orang lain. Pun juga menjadi makelar di usia sekolah. Bila aku malu, maka tak ada tambahan uang jajan dan aku tak bisa melakukan eksperimen dengan banyak kosmetik karena aku tak punya uang saku lebih.

Jiwa-Jiwa Pemberontak


"Darah muda darahnya para remaja
Yang selalu merasa gagah
Tak pernah mau mengalah
Masa muda masa yang berapi-api
Yang maunya menang sendiri
Walau salah tak perduli
Darah muda"

Menentang Kehendak Orangtua
Lyric lagu bang haji Roma Irama di atas seratus persen bener banget. Pernah mengalami masa-masa itu. Masa muda yang berapi-api, ketika punya keinginan tak ada orang yang bisa mencegah, termasuk orang tua sendiri. Selepas SMA aku ingin segera melanjutkan kuliah dengan jurusan yang sudah lama aku idamkan, Kimia atau psikologi. Namun ternyata karena suatu hal yang menyebabkan tabungan orang tua habis,  mereka memintaku untuk menunda kuliah hingga tahun depan. Mereka sudah menjelaskan panjang lebar agar aku bisa mengerti. Dan berjanji tahun depan akan memperbolehkanku mendaftar sesuai jurusan yang aku inginkan. Akan tetapi darah mudaku tak bisa menerima. Aku tak mau kuliahku ditunda (Ah menyesal sekali pernah bersikap seperti itu).

Singkat cerita akhirnya bapak ibu luluh dan memperbolehkanku mendaftar kuliah. Bapak yang saat itu masih berada di palembang mengirim sejumlah uang yang dirasa cukup bahkan berlebih kepadaku, untuk keperluan biaya masuk perguruan tinggi negeri yang aku inginkan. Uang tersebut oleh ibu diberikan kepadaku sepenuhnya. Resiko tidak mau mendengarkan saran orang tua, mereka memintaku mengurus sendiri segala hal yang berkaitan dengan kuliah. Berangkatlah aku ke kota malang untuk mengikuti ujian seleksi penerimaan mahasiswa baru (SPMB). Ternyata ujian tidak berjalan mulus (mungkin efek ridho orang tua yang setengah hati kali ya). Aku sakit ditengah-tengah ujian sehingga sebagian besar soal-sola ujian tidak aku kerjakan. Aku memilih memejamkan mata di ruangan yang penuh dengan pelajar yang sama-sama berjuang agar lulus ujian.

Merasa hasil ujianku gagal, aku mendaftar program diploma, masih di kampus yang sama. Ternyata tak ada tes dan aku langsung diterima. Segala urusan administrasi harus diselesaikan beberapa minggu ke depan. Aku yang saat itu putus asa tidak akan diterima di jurusan yang aku inginkan, memilih masuk program diploma English For Businnes. Dan melengkapi segala persyaratan administrasi termasuk membayar uang pembelajaran selama setahun. Selama aku membuat berbagai persyaratan seperti membuat KTP, SKCK, dan lain sebagainya, aku tak dibantu oleh ibu sama sekali. Aku harus bertanggungjawab atas pilihanku sendiri. Pilihan untuk tidak menunda kuliahku sampai tahun depan.

Sebulan kemudian, saat aku bersiap dengan kelas baru di program diploma English For Businnes, seorang teman mengabari bahwa aku lolos SPMB. Setelah aku dan ibu mengecek di koran yang aku beli, ternyata benar namaku ada disana. Namun aku masuk di jurusan Bimbingan Konseling. Bukan Jurusan Kimia atau psikologi. Memang pilihan ketigaku adalah Bimbingan Konseling. Aku dan ibu sempat senang sekaligus terharu. Ternyata dari sekian ribu pendaftar aku lolos. Padahal aku hanya mengerjakan sepertiga dari keseluruhan soal. Namun kesenanganku hanya bertahan beberapa menit. Untuk bisa menjadi mahasiswa BK secara resmi, aku harus daftar ulang dengan uang gedung yang sudah ditentukan. Sedangkan uang amanah bapak tempo hari sudah habis untuk biaya masuk di prorgam diploma dan untuk ongkos wira-wiri kediri-malang. Yang tersisa hanya uang untuk biaya hidup saat aku mulai masuk kuliah program diplomaku. Dengan berat hati aku melepas kesempatan emas tersebut. Aku berusaha legowo dengan keputusanku. Ibu mengingatkan kalau apa yang terjadi memang sesuai keinginanku sendiri.

Pembuktian Yang Penuh Drama
Ketika aku telah memilih jalanku sendiri, ngotot kuliah tahun itu juga, maka ada resiko yang harus aku tanggung. Bapak ibu sudah menjelaskan bahwa mereka akan konsen melakukan pemulihan kebun kopi di Palembang. Otomatis segala biaya akan tercurah kesana. Pemulihan ini penting untuk hasil jangka panjang. Menentukan Nasib sekolah adik-adik juga. Sehingga bapak ibu tidak bisa sepenuhnya menanggung biaya hidup selama kuliah di malang. Mereka hanya menanggung biaya yang berkaitan dengan kampus saja. Aku harus setuju karena itu pilihanku. Namun ternyata bertahan hidup dengan uang kiriman yang terbatas itu tidak mudah. Beberapa pekerjaan pernah aku jalani demi bisa makan atau membeli sesuatu yang berkaitan dengan tugas kuliah. Aku tak mau gagal. Aku akan membuktikan ke bapak ibu bahwa aku bisa. yang terpenting saat itu aku berfikir bahwa aku benar dengan pilihanku (ah jiwa anak muda banget, jiwa pemberontak).

Lagi-lagi semua tak berjalan seperti yang aku inginkan. Hari pertama ospek aku harus dilarikan ke rumah sakit oleh panitia karena aku sesak nafas. Dan aku harus opname sampai tim dokter mengijinkanku pulang. Mendengar kabar tersebut bapak ibu panik. Namun mereka ditenangkan oleh mbak-mbak senoir di kontrakkanku bahwa aku baik-baik saja. Setelah keluar dari RS, bapak menelpon meminta aku pulang dan tidak usah melanjutkan program diplomaku. Aku pun menolak. Dan memohon kepada bapak sambil tergugu menahan tangis agar terdengar oleh penghuni kontrakan yang lain. Ah meluluhkan hati bapak ternyata tak mudah. Beliau yang dikenal keras oleh kita-kita anaknya, akhirnya luluh dengan isak tangisku. Aku pun diperbolehkan tetap kuliah asal tak ada tragedi masuk RS lagi.

Hari terus berlalu. Aku giat mengikuti tiap kelas perkuliahan. Aku harus bisa membuktikan kepada bapak ibu kalau aku mampu bertahan dan aku bisa mempersembahkan sesuatu yang akan membuat bapak ibu bangga. Usaha dan doa membuahkan hasil. Di akhir Program diplomaku, aku bisa menjadi lulusan terbaik di Jurusanku. Sebuah prestasi yang menjadikan ibuku bisa naik podium. Prestasi yang kupersembahkan untuk bapakku, orang yang telah memberiku kesempatan menjalani pilihanku. 

Menjadi "pemberontak" dalam keluarga bukan hanya sekali ini aku lakukan. Setelah itu pun aku melakukan hal yang sama. Memutuskan kuliah di surabaya tanpa restu bapak. Karena idealisme beliau, sampai kapanpun tidak akan merestui aku memasuki kampus yang suatu saat memberiku gelar Sarjana Hukum Islam. Seperti kasus sebelumnya, tidak mengikuti aturan bapak berarti tak ada kucuran dana dari beliau. Bermodal keyakinan dan sisa tabunganku sendiri, tetap nekad menuntut ilmu di kota pahlawan.  Kota yang kadang kurang bersahabat dengan perantau seperti diriku. Namun pemberontakanku selalu membuahkan hasil yang membuat bapak ibu akhirnya luluh. Jiwa pemberontak seolah sudah menjadi bagian dalam perjalanan hidupku. Pemberontakan yang paling berkesan adalah saat meminta dinikahkan saat masih menempuh kuliah semester dua. Namun lagi-lagi aku bisa membuktikan kepada bapak ibu bahwa setelah menikah kuliahku tidak akan terbengkalai dan aku bisa lulus tepat waktu. Dan janji itu aku tepati.







Karena Menulis Adalah Cara Kita Berekspresi

Saat orang menghadiri sebuah acara, ketika acara sudah selesai dan pulang ke rumah pasti banyak hal yang terekam dalam memori selama acara berlangsung. Bagaimana gambaran acara, bertemu dengan siapa saja saat menghadiri acara tersebut, bagaimana perasaannya, dan masih banyak lagi memoeri yang tersimpan meski acara telah usai. Dan tiap orang punya cara tersendiri untuk mengekspresikan memori tersebut. Media yang digunakan pun berbeda-beda. Diantaranya :


Cerita
Ada sebagian orang yang bisa menceritakan secara detail sebuah acara. Mereka bercerita dari awal hingga akhir acara. Suasana tempat berlangsungnya acara hingga hidangan yang disajikan bisa diceritakan dengan renyah. Dan orang yang mendengar cerita tersebut akan menyimak antusias karena kemampuan mengolah kata orang yang bercerita sangat bagus. Dijamin tak bosan mendengar ceritanya. Pernah menjumpai orang tipe seperti itu? Dulu saat masih sekolah, aku punya teman tipe seperti ini. Apapun yang dia ceritakan selalu terdengar heboh. Tak jarang mengundang tawa siapapun yang mendengar ceritanya. Seru aja pokoknya kalau dia sudah bercerita. Meski kadang sudah mendengar cerita yang sama dari orang yang berbeda.

Fotography
Ada juga orang yang hobinya cekrak-cekrek alias foto-foto. Jadi cara dia mengabadikan momen dengan mengambil sebanyak mungkin gambar. Kepuasan tersendiri bila bisa melihat satu persatu foto hasil jepretannya. Galeri gadgetnya penuh dengan foto. Karena tiap acara ia selalu mendokumentasikannya.

Video
Di era sekarang ini banyak orang memilih mengabadikan sebuah acara dengan  video. Melihat objek bergerak memang memberikan kepuasan tersendiri. Dengan teknik yang tepat maka akan dihasilkan video dengan kualitas bagus. Akan tetapi, mengabadikan momen dalam bentuk video membutuhkan perangkat yang memadai. Dan tidak semua orang memilikinya. 

Tulisan
Dan orang-orang yang tidak terbiasa mengekspresikan diri dengan bercerita atau dengan memotret, lebih memilih menulis. Menulis menggunakan media blog, itulah kita para blogger. Dengan menulislah kita merekam jejak. Dengan menulislah kita berekspresi. Ketika datang ke sebuah event pun ada banya hal yang bisa kita rekam dalam memori kita. Bertemu dengan sesama blogger dengan berbagai karakter, apa yang dibahas dalam event tersebut, semua bisa diekspresikan dalam bentuk tulisan di blog agar suatu saat kita bisa melihat perjalanan hidup kita sebagai blogger dengan membacanya kembali. Setiap acara pasti meninggalkan kesan yang berbeda sehingga perlunya kita mengabadikannya dalam sebuah tulisan.  Dan ketika kita sudah menyadari mengapa kita menulis maka saat datang di sebuah acara entah mendapat bayaran atau tidak, maka kita tetap akan menulis. Karena saat  datang ke sebuah acara tak berbayar sekalipun, sesungguhnya kita sedang menciptakan peluang. Rezeki bisa datang melalui teman sesama blogger yang bertemu saat event tersebut.


Barang Yang Wajib Ada Di tas Saat Bepergian Bersama Balita

Mungkin ada benarnya bila ada yang mengatakan jadi emak-emak itu identik dengan kata rempong. Buatku sendiri perbedaan mencolok setelah punya "pasukan" dan sebelum adalah ketika bepergian. Dulu sebelum punya anak, bepergian tu barang bawaannya simpel. Aku bilang simpel karena aku sering alan-jalan cuma bawa HP dan uang yang dimasukin ke saku jaket saja. Jarang bawa tas kecuali bepergian ke luar kota. Tapi sejak sah menyandang status emak-emak, Rasanya bawa tas saat jalan-jalan itu wajib. Bahkan sekedar main ke rumah teman yang lumayan dekat pun wajib bawa tas kecil. Ada barang-barang yang wajib ada di tas saat pergi bersama balitaku. Diantaranya adalah
Tisu Kering
Tisu kering jadi barang wajib dibawa kemanapun. Bahkan aku selalu menaruh tisu kering di setiap tas yang sering aku pakai untuk pergi. Apalagi jika pergi bersama duo krucilku. Meski Mas Agha sudah berusia 6 tahun, namun ia masih suka numpahin sesuatu di meja tempat kita makan. Belum lagi kalau dia minta jajan es krim. Pastilah cemot semua mulutnya. Kadang baju bagian depan juga ikutan kena noda es krim. Bakal repot kalau tidak ada tisu di tas. Karena tidak semua tempat yang kita datangi menyediakan tisu. Begitupun dengan di adek yang masih berusia 16 bulan. Dia selalu penasaran dengan apa yang dimakan si kakak. Dan ketika memakan sesuatu pastilah belepotan sana-sini. Jadi bila punya balita wajib bawa tisu ya di tas.

Kenapa Harus Travelling?

kenapa harus travelling keliling indonesia

























Membayangkan bisa keliling dunia pasti enak. Siapa yang gak suka kalau diajak travelling? sebagian besar orang senang dengan agenda jalan-jalan. Terutama bila destinasinya ke pegunungan atau pantai. Lebih senang lagi kalau diajak travelling  keliling Indonesia atau keliling dunia plus ada yang bayarin. 

Tapi ada lho yang memilih di rumah saja dan memilih menggunakan dana nya untuk kebutuhan lain selain travelling. bagi mereka travelling hanya menghabiskan uang dan tenaga. Padahal jika mereka tahu banyak banget manfaatnya pasti gak nolak kalau diajak travelling. Manfaat travelling berdasarkan pengalaman pribadi diantaranya :

Sarana Melepas Penat
Sebagai ibu rumah tangga yang sebagian besar waktunya ada di dalam rumah, pasti ada kalanya bosan melanda. Meski beberpa pekerjaan rumah sudah diserahkan ahlinya, tetap saja yang namanya suntuk tetaplah ada. Kadang rasa bosan itu bisa diobati dengan chit chat dengan para sahabat, bersentuhan dengan sosmed, atau ikut event blogger. 

Kalau kebosanan tersebut sudah dalam level akut dan solusi shopping sudah tidak mempan (kata orang obat setres paling ampuh itu shopping) maka pilihan yang tepat adalah travelling. Coba amati diri sendiri, saat merasa kondisi psikis mulai tak stabil, bawaanya kudu marah aja. Atau para suami coba perhatikan kondisi di rumah. 

Jika frekuensi omelan emak-emak kepada anggota keluarga lainnya semakin sering, kadang dibarengi dibarengi dengan intonasi yang kurang enak di dengar, itu tandanya emaknya anak-anak lagi penat dan butuh refreshing. Ajak Travelling meski tak harus jauh-jauh. Karena ngajak emak-emak travelling jauh itu artinya sama dengan pindahan, semua-mua dibawa.

Belajar Mengenal Dunia Luar

Dengan travelling itu kita jadi tahu banyak hal di luar sana. Ibarate tidak menjadi katak dalam tempurung. Ibarat buku, dengan travelling kita telah membaca banyak halaman. Gak stag di halaman daftar isi saja. Bila kita travelling ke luar kota atau luar pulau bahkan ke negeri orang maka kita akan tahu banyak hal, sesuatu yang gak ada di kota tempat kita tinggal. 

Begitu juga saat kita yang bertempat tinggal di kota besar lengkap dengan hiruk pikuknya, maka travelling ke alam akan memberikan sensasi beda. Udara yang masih segar, kabut, kicauan burung, deburan ombak akan membuat kita paham bahwa ada sisi dunia yang indah dan membuat kita lebih mengagumi ciptaan Tuhan. 

Belajar Menaklukkan Rintangan

Saat travelling kadang apa yang terjadi tidak sesuai dengan apa yang sudah direncanakan di awal keberangkatan. Medan yang terjal, suhu yang ekstrim, uang saku menipis hingga tersesat menjadi hal yang lumrah dijumpai oleh para traveller. Ketika dalam kondisi tersebut, kita dituntut untuk memutar otak bagaimana bisa mengatasi hambatan-hambatan yang muncul agar kita tetap bisa menikmati travelling kita. 

Jika kita terbiasa travelling maka kita juga akan semakin luwes menghadapi rintangan demi rintangan. Sehingga mental kita sudah terlatih menghadapi hal-hal yang tidak menyenangkan yang tidak sesuai dengan rencana kita. Dan dalam kehidupan sehari-hari kekuatan mental seperti itu sangat dibutuhkan. Ada banyak hal yang terjadi dalam hidup kita tidak sejalan dengan kemauan kita. Bila mental kita sudah terasah maka potensi depresi karena masalah yang berat pun bisa diminimalisir. Dan travelling adalah salah satu cara untuk mengasahnya.

oke kawan, kemanakah agenda travelling kalian bulan depan? 


Setiap Keluarga Punya Tangisnya Sendiri

"Rumput Tetangga Selalu Lebih Hijau"
Kita semua pasti sudah tidak asing dengan kalimat tersebut. Banyak yang merasa kehidupan orang lain lebih baik dari kehidupannya. Yang tertanam dalam pikiran adalah jalan hidup orang lain lebih mulus. Sehingga pada akhirnya kehilangan rasa syukur dalam hati. Padahal bila mau sedikit mendekat kepada tetangga, sahabat, ataupun sanak saudara, kita akan mendengar banyak cerita pilu yang selama ini tak pernah mereka pertontonkan di depan umum. Yang mereka tampilkan hanyalah senyuman tanpa keluhan.Yang nampak adalah sebuah kebahagiaan.

Melihat seorang teman dengan rentetan kesuksesannya, terbesit sedikit iri di hati. Ah manusiawi sekali ya. Betapa mudahnya ia meraih semua kesuksesan tersebut dalam tempo yang relatif singkat. Namun ternyata ujian hidup yang dia alami luar biasa. Belum tentu diri ini sanggup jika ada di posisinya. Yupz, ia punya tangisan sendiri. Tangisan yang mengiringi kesuksesan karirnya.

Melihat teman satu profesi selalu kebanjiran job dengan nominal fee yang tak tanggung-tanggung karena dikontrak oleh sebuah brand besar. Pembawaannya pun selalu happy, masih suka seru-seruan hangout dengan in the genk nya tiap weekend. Tapi siapa sangka ada derai air mata dibalik keceriaanya. Memiliki anak yang spesial telah menguras seluruh energinya. Tak hanya itu, biaya yang dikeluarkan pun juga besar.

Ada hikmah disetiap kejadian. Pun juga dengan cerita orang-orang sekeliling. Untuk belajar sebuah arti kehidupan tak harus menunggu untuk mengalami. Buka mata buka hati, ada banyak hal yang bisa kita pelajari dari orang-orang sekitar. Belajar untuk tidak mengeluh, belajar untuk tetap tersenyum dalam segala keadaan, dan tetap bersyukur dalam segala kondisi. 

Setiap keluarga punya tangisnya sendiri. Mereka tampak ceria karena mereka tak mengeluh. Masih bisa bersyukur dalam tangisnya. Karena ternyata ada banyak orang yang menerima ujian lebih berat. Meski sejatinya ujian itu sudah disesuaikan dengan kemampuan masing-masing. Tak ada ujian yang berat, semua sudah terukur. Jika semua orang punya pemikiran tersebut, maka tangisan tiap keluarga bisa dibungkus rapi dengan senyuman dan syukur.

Mulai sekarang berhenti untuk membandingkan keadaan diri dengan orang lain. Kita tak pernah tahu apa yang dialami orang lain hingga Tuhan menukar tangis keluarga itu dengan kado istimewa berupa nikmat berupa harta, kesuksesan, ataupun kebahagian lainnya. 


Bercampur Tanpa Harus Melebur

Ngomongin energi negatif, dimanapun tempatnya pasti bertemu dengan lingkungan dengan energi negatif di dalamnya. Yang membedakan adalah kadar energi negatif tersebut. Bila kita tak bijak menempatkan diri maka tidak menutup kemungkinan kita akan terbawa arus energi negatif tersebut. Berdasarkan pengalaman pribadi maupun cerita dari seorang teman, jika kita berada di situasi tidak memungkinkan sepenuhnya bisa menghindar dari lingkungan yang dipenuhi oleh energi negatif, maka langkah yang bisa kita ambil sementara waktu adalah "bercampur tanpa harus melebur".

Kalau dalam ilmu kimia kita mengenal katalis, yang mempengaruhi laju reaksi tanpa ikut bereaksi. Nah, dalam lingkungan yang dipenuhi oleh energi negatif, kita bisa berperan layaknya katalis tersebut. Keberadaan kita tetap punya pengaruh positif meski butuh waktu yang agak lama. Seperti pengalamanku sebelas tahun lalu ketika awal kuliah di Malang. Punya teman baru yang lama-kelamaan menjadi akrab karena kita menyusuri jalan yang sama setiap berangkat dan pulang kuliah. Memang dari awal aku menyadari dia agak berbeda, penampilannya tomboy abis. Kontras dengan diriku yang kemana-mana selalu dengan rok panjang dan jilbab lebar. Namun perbedaan tersebut tak menimbulkan masalah, bahkan semakin hari kita semakin akrab.

Layaknya  seorang sahabat, kita juga sering berkunjung ke kosan masing-masing. Begitu juga denganku. Suatu hari aku mampir ke kosnya tanpa memberi tahu dia sebelumnya. Ketika menyaksikanku di depan pintu kamar, dia terlihat panik. Ternyata ia sedang asyik merokok saat aku mengetuk pintu. Segera ia memasukkan puntung rokok dan asbak di bawah meja setelah mempersilahkan aku masuk. Saat ia terlihat bingung menyusun kata ingin menjelaskan sesuatu, aku terlebih dahulu mengatakan bahwa haknya apakah ia merokok atau tidak, asal tidak merokok di depanku. Aku tetap mau bersahabat dengannya meski dia adalah perempuan perokok aktif dan juga lambat laut aku tahu seperti apa pergaulannya. Aku tetap kenal baik dengan teman-teman komunitasnya meski aku tidak ikut kegiatan-kegiatan negatif mereka. Begitulah, kita tetap bersahabat dengan batasan-batasan yang sudah kita sepakati. Karena aku tidak langsung menjauhinya saat tahu siapa dia, perlahan ia mulai menanyakan perihal jilbab dan tentang aturan-aturan agama lainnya. Aku tidak tahu kehidupan ia selanjutnya karena kita harus berpisah karena aku melanjutkan kuliah di Surabaya. Namun satu yang membuat hati lega, lewat media sosialnya aku tahu kini ia berhijab.

Itu bukan pertama kali aku berada di lingkungan yang bisa dibilang prosentase energi negatifnya lumayan besar. Saat SMA, aku juga pernah di situasi yang sama. Bersahabat dengan seorang pecandu narkoba. Tepatnya seorang pecandu yang mulai berhijrah meninggalkan barang terlarang tersebut. Namun belum bisa lepas sepenuhnya. Suatu malam saat menjemputku untuk acara seminar, aku diajak bertemu dan dikenalkan dengan komunitasnya yang rata-rata anggotanya adalah pemakai narkoba. Ternyata ia bertransaksi dengan salah satu temannya. Saat itu aku tak bisa menghindar dari situasi tersebut namun juga tidak ingin menjadi bagian dari mereka. Yang bisa kulakukan hanya menyapa hangat mereka satu persatu. Meski mereka terlihat kikuk karena seorang jilbaber ada di sarang mereka. Sahabatku tersebut akhirnya perlahan-lahan bisa sembuh. Tentunya setelah mendapat pencerahan dari para sahabat yang peduli. Seandainya semua apatis terhadapnya karena ia adalah seorang pecandu, mungkin sampai detik ini ia tetaplah seorang pecandu.

Begitulah, bagiku ketika kita di kelilingi oleh lingkungan yang penuh dengan energi negatif, tak ada salahnya berusaha sedikit memberi warna dengan cara bercampur tanpa harus melebur. Namun harus dibarengi juga dengan memperkuat pertahanan diri.


Mengevaluasi Resolusi Di Pertengahan Tahun
















Fokus dengan Tujuan Awal
Tak terasa sudah ada di pertengahan 2017. Waktu berlalu begitu cepat dan tak bisa berjalan mundur.  Sebagian besar dari kita sudah membuat resolusi saat pergantian tahun. Begitu juga denganku. Dan perjalanan untuk mewujudkan resolusi awal tahun ternyata  tidak berjalan mulus. Sehingga di pertengahan tahun ini yang aku lakukan  adalah mengevaluasi mengapa  resolusi awal tahunku belum ada tanda-tanda segera terwujud dan apakah  faktor yang menghambatnya.

Ketika evaluasi telah dilaksanakan, ternyata faktor penghambat terbesar adalah kurang kuatnya niat untuk benar-benar mewujudkan resolusi tersebut. Maka yang harus aku lakukan adalah fokus dengan tujuan awal. Membuat sebanyak mungkin alasan kenapa harus mewujudkan resolusi tersebut. Serta Mensugesti diri sendiri bahwa aku mampu mewujudkannya.


Belajar Konsisten
Memulai sesuatu itu mudah, namun konsisten atau istiqomah menjalankan apa yang sudah dimulai itu sulit. Begitu juga denganku. Butuh kesungguhan niat untuk melakukan sesuatu yang sudah menjadi target jauh-jauh hari. Berhubung salah satu  resolusi 2017 yang aku buat berkaitan dengan pembelian perangkat-perangkat IT yang harganya tidak murah, maka yang bisa aku lakukan di pertengahan tahun ini adalah belajar konsisten menabung. Sebetulnya selama setengah tahun ini aku sudah menabung untuk membeli perangkat-perangkat tersebut, namun setelah uang terkumpul malah terpakai untuk urusan lain. 

Kelihatan banget kan kalau tidak konsisten. Sehingga di pertengahan tahun ini memulai menabung dari awal lagi. Menabung kali ini lebih matang perencanannya dan optimis bisa mengumpulkan sesuai target karena masih ada waktu enam bulan yang tersisa. Tabungan untuk mewujudkan resolusi tersebut dibagi menjadi tiga jenis, yaitu tabungan harian, tabungan mingguan, dan tabungan bulanan. Dan ketiga tabungan tersebut tidak bisa diambil sebelum jangka waktu tertentu. Sehingga dana yang ditabungkan lebih aman. Tidak bisa dipakai untuk urusan lain.

Di dunia blogging pun aku juga punya resolusi. Di antaranya konsisten mengisi konten blog. Dan selama setengah tahun ini konsistensinya masih naik turun. Terbukti ada kalanya dalam satu bulan bisa menghasilkan banyak tulisan, akan tetapi di bulan berikutnya hanya beberapa tulisan. Aku bisa konsisten menulis jika ikut program One Day One Post saja. Setelah program berakhir sekitar dua mingguan, maka semangat nulisku jadi melempem alias kendor. Padahal harusnya bisa mempertahankan semangat tersebut. Sehingga di pertengahan tahun ini aku pengen bisa konsisten menulis  One Day One Post tanpa harus menunggu program tersebut dari komunitas. Memang butuh niat yang kuat dan semoga aku bisa.

Saat berusaha konsisten untuk menulis maka yang harus dilakukan adalah konsisten juga untuk menambah wawasan dalam membaca. Membaca disini tidak hanya membaca buku saja, namun berkunjung ke blog orang lain juga katagori membaca bagiku. Karena dengan membaca tulisan teman-teman sesama blogger bisa mendatangkan inspirasi untuk menulis. Sehingga di pertengahan tahun ini ingin konsisten berkunjung ke toko buku dan menambah alokasi waktu untuk blogwalking.

Berkah Itu Bernama THR

Hal yang paling ditunggu saat menjelang Hari Raya Idulfitri selain mudik adalah Tunjangan Hari Raya atau disebut THR. Ya iyalah mudik tanpa THR bagai sayur tanpa garam (nyanyi ala Inul Daratista). Hambar pastinya. Bukan perkara tidak bisa beli baju lebaran, tapi percayalah mudik lebaran itu butuh dana berlipat-lipat lebih banyak. Meskipun sudah punya dana simpanan selama 11 bulan sebelumnya, tapi tetep dana THR punya andil besar dalam anggaran mudik. Apalagi seorang teman bercerita bahwa besaran THR rekan kerjanya enam kali lipat gaji bulanan. Wuih pasti sangat ditunggu-tunggu cairnya THR. lumayaan banget kan.

Bagiku sendiri sebagai istri dari seorang abdi negara, THR adalah sebuah berkah. Menerima uang sebesar satu kali gaji secara cuma-cuma itu namanya berkah. Tahu kan kalau baru kemarin para abdi negara menerima THR. Ketika para pekerja di perusahaan-perusahaan swasta sudah terbiasa menerima uang THR setiap tahunnya, daku baru dua tahun terakhir benar-benar murni menerima uang THR. Sebelumnya hanya ada gaji 13. Beda dong gaji 13 dan THR. Hehehe
Menerima uang THR itu harus bijak ya alias gak boleh kalap. Emang sih pengennya shopping terus. Apalagi sekarang shopping tinggal pencat pencet layar HP. Biar tidak kalap saat uang THR sudah ditangan, ingat 2 hal berikut :

Momentum Bersedekah
Saat lebaran atau Hari Raya Idul Fitri itu artinya saat untuk silaturahmi.  Berkunjung ke tetangga, pakde budhe, om tante, hingga rumah mbah buyut kalau beliau masih hidup. Bertemu dengan para sepupu yang sudah punya "pasukan" seperti kita. Tentunya momen tersebut sangat tepat untuk saling berbagi. Berbagi cerita dan juga berbagi angpau. Jangan salah, tak hanya anak kecil yang masuk daftar penerima angpau, akan tetapi para sesepuh pun juga bisa dimasukkan daftar. Tentunya bukan dalam bentuk amplop unyu-unyu yang biasa kita berikan kepada para keponakan. Tetapi dalam bentuk bahan-bahan sembako seperti gula, minyak goreng, dan lain sebagainya. Bertemu dengan keluarga besar bagi para perantauan itu kan biasanya hanya bisa setahun sekali, jadi tak ada salahnya mengalokasikan dana lebih untuk berbagi. Dana THR salah satu sumbernya.

Pasca Mudik
Untuk lebaran tahun 2017 ini bisa dibilang jatuh pada tanggal yang tepat. Lebaran ada di minggu ke tiga. Jadi setelah aktivitas mudik seminggu, kita pulang sudah disambut dengan tanggal gajian. Namun tetap ya harus mengalokasikan dana untuk kebutuhan setelah balik dari kampung sebelum hari gajian tiba. Pasca mudik biasanya badan masih capek semua. Aura pengen bermalas-malasan masih begitu kuat. Jadi solusinya adalah beli di luar. Pasca mudik ternyata masih sedikit warung makanan yang buka. Kebanyakan penjual juga masih mudik. Rata-rata penjual mudik lebih lama karena tidak terikat dengan masa cuti seperti para pegawai kantor pada umumnya. Sehingga hal tersebut berpengaruh terhadap harga makanan pasca lebaran. Biasanya harga makanan bisa dua sampai tiga kali lipat dari harga normal. Kalau anggota keluarga kita banyak dan butuh beli makanan sehari tiga kali, ya lumayan menguras dompet kan. Makanya sepertiga dari dana THR bisa disisihkan untuk kebutuhan sehari-hari pasca mudik. Benar-benar disisihkan ya. Karena biasanya berapapun uang yang dibawa saat mudik, akan habis tak tersisa. Ada aja pengeluaran tak terduga. Benar kan?

So, uang THR ini benar-benar bisa menjadi berkah tersendiri jika kita bisa mengelolanya.

Bukan Lebaran Biasa

Kompakan Sakit
Setiap orang pasti ingin semua rencana yang dibuat bisa terealisasi. Begitu juga dengan keluarga kecilku. Bisa menjalankan puasa Ramadhan tanpa hambatan dan kemudian mudik ke kampung halaman suami. Akan tetapi rencana tersebut tidak berjalan mulus. Dua minggu sebelum lebaran si sulung Agha sakit. Ia tiba-tiba demam tinggi, kemudian disusul dengan batuk dan pilek. Namun di hari ke-7 ia sembuh. Namanya sakit yang disebabkan virus, maka anggota keluarga lainnya yang kebetulan ketahanan tubuhnya sedang tidak bagus tertular. Bunda dan si adek Gia sakit dalam waktu bersamaan. Agak galau meski sakitnya tergolong ringan, yaitu demam, batuk, dan pilek. Sakit datang diwaktu yang tidak tepat karena acara mudik ke kampung halaman tinggal menghitung hari. Ketika badan bunda dan si adek sudah mulai enakan, tiba-tiba H-3 lebaran si ayah ikutan sakit. Kalau sakitnya ayah kali ini karena capek yang menumpuk kayaknya.

Mudik Yang Tertunda 
Lebaran kali ini benar-benar beda. Di saat tetangga satu persatu berpamitan untuk pulang kampung, aku masih berjibaku dengan obat. Mengobati diri sendiri yang masih belum pulih sepenuhnya, memberikan obat ke si adek, dan memanstikan ayah minum obat yang telat dibelinya. Tak lupa juga dengan berbotol-botol minuman tinggi vitamin C dengan harapan stamina segera pulih. Kalau biasanya aku memilih menggunakan racikan herbal seperti sari kurma, madu, lemon, atau kayu manis untuk memulihkan sakit anggota keluarga, kali ini aku membeli obat-obatan di apotik. Berharap obat-obatan tersebut memberikan efek sembuh instan. Karena kita ingin segera mudik, keluarga di kampung halaman sudah menanti. Namun ternyata aku harus berdamai dengan keadaan. Di malam takbiran pun si ayah belum pulih. Suhu badannya masih belum stabil. Rencana mudik di malam takbiran  tidak terealisasi. Aku dan keluarga kecilku terpaksa berlebaran di perantauan. Sesuatu yang belum pernah kita alami selama ini. Jangan ditanya gimana rasanya berlebaran di tanah perantauan. Pastilah sedih, apalagi saat takbir berkumandang. Rasanya nyesek banget. Biasanya kita sudah berkcengkrama di teras rumah mbahkung sambil menyalakan kembang api. Tapi kali ini kita hanya bisa mendengar suara takbiran sayup-sayup dari Masjid perumahan dan memilih tidur lebih awal. Berharap esok hari seisi rumah benar-benar sembuh. Alhamdulillah di hari H semua sudah sembuh. Namun kita baru bisa mudik ke Jombang H+2. Itupun menunggu jemputan adek dari pulau madura. 

Tak Ada Masakan Ibu 
Hal lain yang membuat lebaran kali ini bukan lebaran biasa adalah tidak ada masakan Ibu. Baik ibuku sendiri maupun ibu mertua. Padahal setiap mudik yang dikangeni adalah masakan spesial buatan tangan ibu. Entah kenapa sesederhana apapun masakan ibu, tetap terasa enak. Namun kali ini kita harus puas dengan masakan abang-abang penjual dari seberang desa. Ibu mertua yang jago masak sekarang hanya bisa terbaring di tempat tidur karena sakit. Dan ibuku sendiri, untuk lebaran kali ini memilih tidak pulang ke Jawa dengan beberapa alasan yang harus kita maklumi. Jadi lebaran kali ini bukan lebaran biasa. Ah nulis ini jadi melow. Semoga kedua ibuku panjang umur. 

Eh tapi ada satu hal yang bikin spesial. Ternyata kebahagiaan datang setelah usai lebaran. Karena aku bisa kenal lebih dekat teman-teman baru. Teman-teman sesama blogger dalam sebuah komunitas namanya Belajar Blogging. Salah satu teman yang menurutku keren adalah mbak Ikke. Di tengah-tengah kesibukannya sebagai workingmom, ia masih sempat aktif di dunia blogging. Bahkan katagori blogger yang rajin ikut event.


Saat Orang Tua Menitipkan Mimpinya Ke Anak

Saat Orang Tua Menitipkan Mimpinya ke anak













Kali ini mau nulis yang santai alias ngalir aja. Semoga yang baca gak bosen dan gak keburu kabur hehehe. Mau nulis ini karena terinspirasi abis nonton salah satu film India ama suami. Iya film India bukan drama korea. Lagi pengen nonton tapi stok drakor lagi kosong, sementara stok film suami hanya horor, action, dan film India. Diajak nobar action apalagi horor pasti ogah, akhirnya pilihan yang ada nonton film India. Film India yang aku tonton sama suami kali ini berjudul Dangal, film yang diperankan oleh Amir Khan. Penggemar Bollywood pasti sudah tidak asing lagi dong dengan Aktor cakep tersebut.

4 Alasan Orang Mengomentari Cara Pengasuhan Anak Kita


Sebagai seorang ibu pasti pernah mengalami orang lain berkomentar dengan cara pengasuhan yang kita lakukan kepada anak kita. Tak jarang komentar - komentar tersebut memposisikan seolah-olah kita adalah ibu yang tidak baik, yang tidak bisa mengurus anak kita sendiri. Bila suasana hati kita sedang tidak baik maka akan memancing emosi kita atau malah membuat kita punya perasaan bersalah terus-menerus. Tentunya hal ini tidak bagus buat sang ibu sendiri. Karena penting menjaga mood seorang ibu agar tetap baik. Sehingga akan berdampak terhadap anggota keluarga lainnya terutama anak-anak.

Dua Waktu Yang Efektif Belajar Mengaji Bagi Anak

Dari sekian banyak tugas sebagai orangtua, tugas yang paling berat adalah mencetak generasi unggulan di masa yang akan datang. Karena nasib sebuah bangsa dua puluh tahun ke depan tergantung pada generasi yang kini sedang disiapkan dalam rumah masing-masing. Yupz, pendidikan pertama berasal hari dalam rumah. Orangtua yang akan dicontoh oleh  anak-anak sebelum mereka mendapat pendidikan dari luar rumah. Segala tingkah polah orangtua akan mudah ditiru oleh anak. Cara makan, cara duduk, cara berbicara, cara bersikap kepada orang lain, hingga urusan ibadahpun tak luput dari perhatian anak. Rutinitas harian orangtua menjadi kiblat sang anak. Sehingga penting sekali mempunyai jadwal harian bagi orangtua.