Saat Orang Tua Menitipkan Mimpinya Ke Anak

Saat Orang Tua Menitipkan Mimpinya ke anak













Kali ini mau nulis yang santai alias ngalir aja. Semoga yang baca gak bosen dan gak keburu kabur hehehe. Mau nulis ini karena terinspirasi abis nonton salah satu film India ama suami. Iya film India bukan drama korea. Lagi pengen nonton tapi stok drakor lagi kosong, sementara stok film suami hanya horor, action, dan film India. Diajak nobar action apalagi horor pasti ogah, akhirnya pilihan yang ada nonton film India. Film India yang aku tonton sama suami kali ini berjudul Dangal, film yang diperankan oleh Amir Khan. Penggemar Bollywood pasti sudah tidak asing lagi dong dengan Aktor cakep tersebut.

Sebenarnya gak ingin review film tersebut, cuma setelah nonton sampai akhir ternyata filmnya bagus dan ada pesan moral yang kuat terutama buat aku pribadi sebagai orang tua. Akhirnya memutuskan sharing sedikit tentang pesan yang disampaikan dalam film tersebut. Film Dangal adalah film drama olahraga India yang diangkat dari kisah nyata seorang pegulat senior Mahavir Sight Phogat  yang melatih kedua anak perempuannya Geeta Phoghat dan Babita Kumari menjadi pegulat kelas dunia. 

Ini kisah tentang seorang ayah yang ingin mewujudkan mimpinya mengharumkan nama bangsa melalui kedua putrinya. Padahal dalam masyarakat India, perempuan itu identik dengan urusan dapur dan kasur saja. Menikahkan anak perempuan yang masih usia belia bukan hal aneh di sana. Namun apa yang dilakukan ayah Geeta dan Babita justru sebaliknya. Ia ingin menjadikan kedua putrinya atlit internasional yang bisa mengharumkan nama bangsa. Sebuah impian yang belum ia capai selama menjadi atlit gulat. Bisa dikatakan ia menitipkan mimpinya pada anak-anaknya.

Baca Juga : 4 Alasan Orang Mengomentari Cara Pengasuhan Anak Kita

review film Dangal



































Kita sendiri sebagai orang tua terkadang tanpa sadar atau malah dengan kesadaran penuh, menitipkan mimpi-mimpi kita kepada anak-anak. Ketika dulu bercita-cita ingin menjadi dokter namun karena suatu hal tidak tercapai cita-cita tersebut, terbesit keinginan bahwa anaknya suatu saat bisa menjadi seorang dokter.  Atau bila orang tua seorang dokter, maka ingin suatu saat anaknya mengikuti jejaknya menjadi seorang dokter juga. 

Begitu juga dengan profesi lainnya. Banyak orang tua yang ingin profesi anaknya sama seperti dirinya. Hingga segala upaya pun dilakukan, termasuk meminta anak memilih jurusan tertentu yang sesuai dengan keinginan orang tua. Catat ya, keinginan orang tua bukan pilihan sang anak sendiri. Bahkan ada beberapa yang sedikit mengancam tidak akan memberi uang saku jika tidak "nurut" sesuai kemauan orang tua.

Memang pilihan orang tua tidak selamanya buruk. Banyak juga anak yang sukses karena apa yang dijalani itu atas pilihan dan gemblengan dari orang tuanya. Akan tetapi tidak sedikit juga yang malah frustasi ketika menjalani sesuatu yang sudah dipilihkan orang tua, sementara ia punya pilihan sendiri yang sesuai dengan kemampuannya. Kalau sudah begini, siapa yang rugi? Yang rugi ya orang tua dan si anak. Orang tua sudah mengeluarkan biaya banyak sedangkan anak merasa di situ bukan jalannya sehingga tidak antusias menjalani apa yang dipilihkan oleh orang tuanya.

Wuih, menjadi orang tua itu ternyata tidak mudah ya. Apalagi kalau sudah menyangkut masa depan anak. Bila sebagai orang tua punya pilihan tertentu untuk ananda, hal-hal yang perlu dilakukan diantaranya :

Berdialog Dengan Anak

Sudah bukan jamannya ya menjadi orang tua yang diktator. Menentukan sesuatu atas kehendaknya sendiri. Anak akan mudah menerima pilihan yang kita tawarkan jika mereka memahami alasan orang tua membuat pilihan tersebut. Itulah pentingnya diskusi atau ngobrol bareng dengan anak. Dari obrolan tersebut kita akan tahu pendapat atau kemauan anak kita itu seperti apa. Sehingga meminimalisir "pemberontakan" dari sisi anak. 


Dalam film Dangal tersebut, poin yang hilang adalah proses dialog antara orang tua dan anak. Tak ada diskusi apalagi ngopi bareng antara ayah dan kedua anak perempuannya. Sehingga wajar bila terjadi "pemberontakan" saat ayah membuat keputusan akan menjadikan kedua anak perempuannya pegulat. Bahkan aksi protes sang anak berujung dengan tindakan pemotongan rambut panjang mereka. 


Padahal bagi perempuan India, rambut adalah mahkota berharganya. Geeta dan Babita baru serius berlatih gulat saat menyadari bahwa apa yang dilakukan oleh ayah adalah demi masa depan kedua anak perempuan tersebut ketika menghadiri pernikahan teman sebayanya. Bahwa ayah mereka punya cita-cita mulia ingin mengharumkan nama bangsa. Si ayah mengikutkan anaknya ke berbagai kompetisi gulat saat ayah lainnya ingin segera menikahkan remaja putrinya agar segera terbebas dari tanggung jawab sebagai orang tua.

Mengenalkan Sejak Dini


Pepatah Jawa mengatakan "witing tresno jalaran soko kulino" cinta itu karena terbiasa. Katanya  tak kenal maka tak sayang, segala sesuatu itu berawal dari sebuah kebiasaan. Jika orang tua berprofesi sebagai seorang guru dan  ingin anaknya kelak menjadi seorang guru, maka kenalkan dengan dunia mengajar sejak dini. Iya sedini mungkin. Sejak masih kecil diajak bermain peran menjadi seorang guru, keseruan aktivitas mengajar, kenalkan lingkungan sekolah, serta keistimewaan profesi guru. 


Bila hal tersebut dilakukan secara konsisten, maka tanpa sadar anak telah digiring untuk belajar mencintai profesi guru. Sehingga ketika masa penentuan cita-cita itu tiba, anak kemungkinan besar akan memilih atau mengikuti apa yang diinginkan orang tua. Karena sejak dini sudah dikondisikan untuk mengenal lebih dekat profesi guru. Namun  tidak menutup kemungkinan anak tetap akan memilih cita-cita sesuai dengan passionnya bila ternyata setelah mengenal lebih dekat profesi yang dijalani orang tua tidak sesuai dengan bakat dan minatnya.

Udah segitu aja ya curhatnya. Semoga pesan yang ingin disampaikan bisa dipahami. Dan semoga bisa sedikit menginspirasi.

7 comments

  1. Saya dlu juga trpaksa waktu sekolah di smea pilihan ortu, terutama almarhum bapak.
    Tapi ada syaratnya aih sampai akhirnya sy pun suka rela menerima keputusan itu. Nah kalau sekarang punya anak, ya didiskusikan bersama

    ReplyDelete
  2. Aku pikir, setiap anak berhak untuk meraih mimpi apapun tanpa ada intervensi termasuk dari orangtuanya :)

    ReplyDelete
  3. nice sharing.
    jadi bahan pemikiran yang bagus buat saya.
    terimakasih ya :)

    ReplyDelete
  4. Kadang saya juga suka pengen menitipkan mimpi ke anak-anak. Merasa ada cita-cita saya yang gak kesampaian. Untung nyadar kalau sebaiknya jangan dilakukan :D

    ReplyDelete