Benarkah Penyebab Perceraian Selalu Hadirnya Orang Ketiga?



Setiap ada berita perceraian dari para selebritis, tetangga, maupun teman dekat, opini yang berkembang selalu sama,  penyebab perceraiannya adalah hadirnya orang ketiga. Tapi, benarkah setiap perceraian selalu disebabkan oleh kehadiran orang ketiga dalam rumah tangga? 

Ada banyak faktor  penyebab rumah tangga yang telah dibina bertahun-tahun bisa kandas, tidak hanya faktor orang ketiga. Bahkan bisa dikatakan hadirnya orang ketiga adalah akibat, bukan sebab. Akibat apa?  Akibat dari hubungan suami dan istri yang sudah tidak sehat lagi. Ibaratnya, orang ketiga menyusup lewat sela jari tangan yang merenggang, tak lagi menggenggam erat pasangannya. 

Ngomongin tentang rumah tangga yang tidak sehat, sebenarnya bisa dideteksi dari beberapa tanda. Sama dengan datangnya sebuah bencana seperti gempa atau tsunami, badai yang menghantam rumah tangga tidak datang secara tiba-tiba. Ada tanda-tanda yang menyertai. 

Tapi hanya sedikit orang yang peka. Ada juga yang sengaja mengabaikan sinyal ketidakberesan hubungan dalam pernikahannya dengan alasan yang beragam. Lantas, apa tanda-tanda sebuah hubungan dikatakan tidak sehat? Berdasarkan pengalaman berumah tangga selama sepuluh tahun dan mengamati pernikahan orang-orang terdekat, ada 2 poin yang menjadi akar permasalahan. 

Komunikasi 

Disadari atau tidak, komunikasi antara suami istri yang sudah mempunyai anak, lebih banyak berkaitan dengan urusan anak. Setelah membahas urusan rumah, hal kedua yang sering ditanyakan adalah perihal anak-anak. Apalagi jika usia anak-anak masih balita. Energi terkuras untuk mereka. Bila sebelum punya anak isi chat masih romantis ria, maka setelah punya si kecil chat pasangan isinya nitip diaper, tisu basah, dan sederet keperluan anak dan rumah.

Saat anak-anak sudah beranjak besar, komunikasi yang terjalin hanya seputar urusan sekolah anak. Bahkan seorang teman pernah bercerita dia baru menyadari bila isi chat dengan suaminya tak jauh-jauh dari urusan nitip beli makanan saat sang suami pulang dari kantor. Dia lupa kapan terakhir kali chat dengan suami menanyakan kondisi suami, atau menanyakan hal sepele seperti menanyakan apakah suami sudah makan siang atau belum.  
Bergesernya pola komunikasi seperti ini bila berlangsung dalam waktu yang cukup lama akan membuat sekat antara suami dan istri. Hubungan yang terjalin sekedar hubungan transaksional. Ketika awal menikah dulu berharap pasangan yang dinikahi bisa menjadi soulmate tapi nyatanya hanya roommate. Padahal meski sudah berumah tangga bertahun-tahun, masing-masing pasangan tetap memerlukan perhatian kecil agar bunga-bunga cinta tetap bermekaran di hati. 

Meskipun bertambah peran sebagai ayah atau ibu dari anak-anak, pasangan kita tetaplah kekasih hati yang harus senantiasa dirawat cintanya. Bukan berarti harus gombalin pasangan setiap hari. Tapi, menciptakan kembali rasa deg-degan sama seperti dulu saat awal berjumpa itu perlu. Komunikasi hati adalah cara paling efektif merawat cinta. Jadi, bila komunikasi dengan pasangan mulai hambar, segera cari cara untuk memperbaiki. Agar tidak merembet ke masalah lainnya.


Saling Menuntut 

Semua orang ingin dimengerti. Tapi terkadang yang dilakukan oleh sebagian orang adalah memaksa pasangannya untuk mengerti dirinya. Menuntut untuk dipahami tanpa berusaha untuk memahami pasangannya terlebih dahulu. Seorang istri menuntut untuk dipenuhi semua keinginannya tanpa melihat keadaan sang suami. 

Begitu juga dengan suami, menuntut sebuah kesempurnaan dari diri istrinya tanpa peduli keadaan dan kebutuhan istri.  Akhirnya masing-masing lelah dan memilih untuk menyerah. Membiarkan pasangannya melakukan apapun sesukanya. Asal tak mengusik dirinya. Sibuk dengan dunia masing-masing.  Karena sudah merasa tidak nyaman dengan pasangannya. Jangan kaget bila seorang suami atau istri secara tidak sadar memberi ruang kepada orang ketiga yang membuatnya nyaman. Sesuatu yang tidak didapat dari pasangannya. 
Menuntut disini juga bisa berarti menuntut pasangan untuk berubah. Berubah sesuai dengan kemauannya. Padahal pada dasarnya tidak ada yang suka dituntut. Jika ingin pasangan berubah ke arah lebih baik, jangan menuntut tapi menuntunnya. Memberi contoh terlebih dahulu. Memang tidak mudah, butuh hati yang lapang. Tapi tidak ada salahnya mencoba dari pada rumah tangga yang sudah terjalin bertahun-tahun kandas karena tidak ada yang mau melepas ego. 

jadi, dua hal di atas terkadang bisa menjadi gunung es jika dibiarkan berlarut-larut. Komunikasi yang sudah tidak sehat dan ketidakpuasan kepada pasangan dalam hal sepele sekalipun bisa menjadi bom waktu yang siap meledak suatu saat nanti. Ketika konflik sudah memasuki stadium 4, masing-masing sudah kehilangan energi, sudah lelah berjuang untuk keutuhan sebuah hubungan. Maka, perpisahan menjadi pilihan yang terbaik menurut mereka.



No comments

Post a Comment