KETIKA TUMBUH KEMBANG ANAK JAUH DARI IDEAL


Setiap orang tua selalu berharap anak yang dilahirkan tumbuh dan berkembang sesuai dengan harapan. Begitu juga harapanku ketika mengandung anak kedua. Selain berdoa semoga anakku bisa lahir dengan lancar dan sehat, selalu terselip doa agar ia bisa melewati setiap tahap perkembangannya dengan baik. Namun, terkadang tidak semua rencana kita berjalan sesuai dengan keinginan. Seperti yang terjadi di kehamilan keduaku. Anak perempuan yang lahir cukup bulan ternyata hanya mempunyai berat badan 2,1kg. Bila ia tidur diantara dua guling bayi, sepintas terlihat tiga guling bayi yang berjajar. Bisa dibayangkan betapa kecilnya bayiku saat itu. Alhamdulillah dia dalam kondisi sehat sehingga bidan yang menangani persalinanku memperbolehkan membawa si kecil pulang sehari setelah proses persalinan. Jika aku melahirkan di rumah sakit pasti tidak bisa langsung pulang karena bayi akan ditaruh di inkubator. 

Tidak hanya berat badan lahir  yang jauh dari kata ideal, adik Gia tumbuh jadi bocah yang mungil. Setiap orang selalu mengira dia masih berumur 1 tahun. Padahal dia sudah berumur 2 tahun 4 bulan pada bulan juli ini. Perkembangannya juga tergolong lambat. Ketika usia satu setengah tahun, anak seusianya sudah bisa jalan dan berceloteh ria. Tapi Gia kecil belum menunjukkan tanda-tanda mau jalan. Dia masih nyaman dengan merangkak. Begitu juga dengan kemampuan bicaranya, dia hanya fasih saat memanggil ayahnya. Selebihnya lebih suka menggunakan bahasa isyarat jika menginginkan sesuatu. Berbagai upaya sudah aku lakukan bersama suami. Memberi asupan terbaik dan menstimulasi setiap hari. Saat semua usaha tidak membuahkan hasil, aku sempat khawatir dengan anak keduaku ini. Tumbuh kembangnya jauh berbeda dengan si kakak dulu. Si kakak di usia 14 bulan sudah lancar jalan dan bicara. Tapi sebagai orang tua kita tidak boleh membandingkan anak satu sama lain. Suami selalu mengingatkan akan hal itu. Bahwa setiap anak itu unik. Kita memberi nama mereka berbeda tapi mengapa berharap mereka sama dalam segala hal?

Tak mau larut dalam kekhawatiran, aku dan suami memilih untuk menerima apapun kondisi putri kecil kita. Penerimaan sempurna tanpa mengeluh lagi. Ternyata saat aku  sudah berdamai dengan hati, tidak ada rasa sakit hati saat ada orang lain yang berkomentar perihal kondisi Gia. Semua omongan bernada negatif berlalu begitu saja. Aku hanya berkeyakinan bahwa akulah yang lebih paham kondisi dia.  Karena aku adalah bundanya yang setiap saat ada disampingnya.  Orang lain tak berhak memberi label tanpa tahu betapa aku tak pernah lelah menstimulasi Gia. Aku yang bekerja dari rumah punya cukup waktu untuk menemani dia bermain sambil belajar di dalam rumah. Ketika Gia meminta sebuah benda, aku tak bosan mengulang nama benda tersebut belasan kali supaya dia bisa mengucapkan nama benda itu. Aku juga selalu berusaha menyodorkan benda yang diinginkannya beberapa langkah di depannya agar dia tergerak untuk melangkahkan kaki mungilnya. Percayalah, berbagai permainan edukasi sudah aku lakukan demi melihat anakku bisa segera berjalan dan berbicara. 


Main ke rumah alfan


BACA JUGA : Cara Menumbuhkan Rasa Sayang Kakak Kepada Adik

Bahkan aku rela menunda pekerjaan rumah yang menggunung untuk menemani Gia bermain bersama anak seusianya di luar rumah hampir setiap hari. Kebetulan ada beberapa anak tetangga yang usianya tidak jauh beda dengan Gia. Aku mencuri waktu untuk mengerjakan pekerjaan rumah dan mengerjakan hobiku menulis di sela tidur lelapnya. Di akhir pekan aku meluangkan waktu mengajak gia bersilaturahmi ke rumah sahabat yang mempunyai anak seusianya. Semua aku lakukan agar Gia tergerak untuk berjalan dan berbicara ketika melihat anak seusianya berlarian dan berceloteh. Aku sadar akan keterlambatan perkembangan anakku, dan aku dengan senang hati melakukan rutinitas itu setiap akhir pekan. Berkeliling ke rumah teman yang mempunyai anak balita. Terkadang aku juga mengajaknya ke playground agar dia bisa bersosialisasi dengan lebih banyak anak seusianya.

Senangnya bertemu banyak teman seusianya

Tidak ada usaha yang sia-sia. Ketika aku dan suami berada di tebing keputusasaan, berita bahagia datang. Tepat di usia 2 tahun Gia bisa berjalan. Bersamaan dengan itu, kemampuan berbicaranya perlahan tapi pasti mulai terlihat. Seakan merapel ketertinggalannya, dalam tiga bulan terakhir penguasaan kosa kata gia lumayan banyak. Dia sudah bisa merangkai 2-3 kata ketika menginginkan sesuatu. Meskipun ada beberapa kata yang kurang jelas pelafalannya, tapi masih bisa dimaklumi karena aku dan suami masih memahami kata apa yang dimaksud gia. Bahkan dia sekarang sudah bisa menirukan lagu kesukaannya yang sering didengar. Sebelumnya ia hanya menggerakkan bibir tanpa suara ketika mendengar lagu anak-anak. Mungkin bagi anak lain bukan hal yang sulit, tapi bagi gia adalah sesuatu yang tidak mudah. Bagi orang tua lain itu hal yang biasa. Tapi bagiku adalah sesuatu yang spesial. Hal mendebarkan selama menunggu tumbuh kembang gia yang terlambat akhirnya terbayar sudah. Sekarang di usianya 2 tahun 4 bulan dia semakin cerewet. Saat ditanya ayah bunda selalu ada saja jawabannya. Tak jarang jawabannya membuatku dan suami spontan tertawa karena jawaban yang dilontarkan gia kelewat kreatif.

Dari pengalaman selama dua tahun ini, aku mendapat dua  pelajaran berharga. Karena sesungguhnya ada hikmah di setiap kejadian.

1. Tidak Membandingkan Anak 
Hal ini tidak hanya berlaku kepada kedua anakku Agha dan Gia. Selain belajar untuk tidak membandingkan Gia dengan kakaknya Agha dalam segala hal, aku juga berusaha menjaga lisan untuk tidak mengomentari anak orang lain yang tumbuh kembangnya tidak sama dengan anak lainnya. Ketika bertemu teman lama, sahabat, tetangga, atau saudara jauh yang mempunyai anak balita, aku akan fokus dengan kelebihan anak tersebut.  Hal ini aku praktekkan selama mudik lebaran kemarin. Aku berusaha menahan lisan untuk tidak bertanya hal-hal yang tidak perlu terkait anak saudara. Dan juga berusaha memberi jawaban termanis ketika ada saudara yang mulai membandingkan Gia dengan Agha.


2. Tidak Berhenti Berharap
Tidak ada usaha yang sia-sia. Karena hasil tidak pernah menghianati usaha. Yang kita butuhkan hanya tidak putus asa terus berharap akan ada mentari pagi setelah pekatnya malam. Meskipun kita tidak pernah tahu apa rencanaNYA, tapi terus yakin bahwa skenario yang maha Esa adalah sebaik-baiknya rencana akan memberi energi positif dalam diri. Belajar sabar, pasrah dan terus berusaha semampunya adalah wujud sikap tidak berhenti berharap. Setidaknya aku akan menjaga sikap seperti ini untuk menghadapi masalah apapun. Semoga suatu saat ketika menghadapi masalah yang dirasa berat, akan selalu ingat momen masa kecil gia ini. Bahwa setiap masalah bisa ditaklukkan selama kita tidak berhenti berharap.












9 comments

  1. Betul banget.. betapa mulianya seorang ibu yang selalu menstimulasi perkembangan anaknya agar bisa maksimal.. ekspresi Gua yang HEPI bikin Onti gagal fokus sama Playgroundnya.. love u Gua����

    ReplyDelete
    Replies
    1. lihat Gia senang bundanya juga ikutan senang

      Delete
  2. Eh maap Gia sayang, onti typo nama Gia jadi Gua������ ini kamus hp aktif, salah onti ga ngecek lgsg kirim����

    ReplyDelete
  3. Semangat selalu. Berat badanku pas lahir juga kecil 2.5 kg. Semoga gia selalu sehat

    ReplyDelete
  4. tidak membeda2kan anak itu penting banget ya mbak, karena banyak dari kita yang suka banding2in anak dan akhirnya kita yang skt sdr

    ReplyDelete
  5. anak pertamaku 11 bulan sdh bisa jalan tapi bicara jels dan lancar baru satu setengah tahun, aank keduaku 1 thn sdh lancar ngomong tp baru bisa lancar jalan satu setengah tahun

    ReplyDelete